BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Makalah
ini membahas tentang sejarah islam di Afrika khususnya bagian Utara. Islam yang
merupakan agama pembebas bagi kalangan tertindas dan hegemoni penguasa yang non
islam seperti Persia dan Romawi, seringkali dianggap agama yang identik dengan
darah dan pedang. Anggapan tersebut sama sekali tidaklah terbukti karena Islam
merupakan agama pembela bagi kalangan tertindas, tidak terkecuali di wilayah
Afrika.
Afrika
adalah tempat bermacam-macam bangsa dan kebudayaan yang banyak sekali. Afrika
adalah negeri dengan pertentangan yang sangat mencolok dan keindahan yang liar.
Di sana juga terdapat banyak masalah termasuk perang, kelaparan, kemiskinan,
dan masalah penyakit.
Realitas
wilayah Afrika merupakan daerah yang berada dibawah kekuasaan kekaisaran yang
super power pada masa itu. Dalam sejarah peradaban dunia, bahwa kaisar-kaisar
Romawi dikenal sebagai kaisar yang kejam. Namun pada kenyataannya justru Islam
dapat berkembang di Afrika dan populasi penduduk muslimnya mencapai 75 juta
dari 500 juta jumlah populasi umat muslim seluruh dunia. Di afrika juga
terdapat dinasti-dinasti yang ikut terlibat dan mewarnai Islamisasi di wilayah
tersebut.
Berkaitan
dengan hal diatas, makalah ini membahas tentang bagaimana perjalanan penyebaran
Islam di wilayah Afrika (khususnya Afrika Utara) sehingga Islam dapat diterima
di wilayah yang telah dikuasai oleh penguasa-penguasa Romawi tersebut dan
dinasti apa saja yang telah berkuasa dalam sejarah perjalanan islam di Afrika.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
sejarah dakwah di Afrika Utara ?
2.
Bagaimana
sejarah dakwah di Maroko ?
3.
Bagaimana
sejarah dakwah di Tunisia ?
4.
Bagaimana
sejarah dakwah di Libiya ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH
DAN PERKEMBANGAN DAKWAH DI AFRIKA UTARA
Islam pertama kali diperkenalkan ke benua Afrika oleh tentara Arab
yang datang ke Mesir dibawah komando Amr bin Al-Ash pada tahun 640 masehi. Tiga
tahun kemudian, romawi timur menarik mundur pasukannya dan meninggalkan wilayah
yang penduduknya telah menganut agama nasrani itu selanjutnya, wilayah tersebut
akhirnya dikuasai oleh kaum muslimin. Pada masa Nabi Muhammad SAW kontak islam
dengan afrika adalah ketika hijrah ke habasyah. Para sahabat yang hijrah kesana
mendapat perlakuan baik dari masyarakat setempat dan dari Raja Najasyi. Pada
masa khalifah Umar bin Al-Khathab panglima Amar bin Al-Ash.menguasai mesir (
639-644 M ). Setelah mengalahkan tentara Romawi Timur. Kota Fustat dijadikan
sebagai ibu kota islam pertama dibenua Afrika.[1]
Selanjutnya pada masa pemerintahan khalifah utsman bin affan,
abdullah bin sa’ad bin abi sarah berhasil mengalahkan Romawi Timur dalam sebuah
perang yang terjadi di Laut Tengah, dan berhasil menguasai burqoh dan tripoli.
Pasukan Abdullah maju terus kearah Carthage, Ibu Kota Romawi Timur di Afrika.
Merasa terdesak Romawi menawarkan genjatan senjata. Mendengar berita tersebut,
Raja Konstantin III sangat marah ia ingin semua wilayah kekuasaan yang telah
jatuh ketangan kaum muslim direbut kembali. Pada saat itu Madinah bergolak
karena Khalifah Utsman dibunuh sehingga tidak memungkinkan untuk melanjutkan
peperangan.
Kekuasaan islam di Afrika tidak berjalan mulus. Ketika islam masuk
sering terjadi peperangan dengan Romawi Timur dan pemberotakan yang dilakukan
oleh orang-orang barbar. Keadaan ini berlanjut hingga terjadi pergantian
Gubernur dari Hasan bin Nu’man kepada Musa bin Nushair pada tahun 708 M, yaitu
pada masa pemerintahan Khalifah Al-Walid (705-715 M). Musa bin Nushair dapat
mengatasi berbagai pemberontakan, agar tidak berulang dimasa mendatang, ia
menempatkan orang-orang barbar ke dalam pemerintahan.[2]
Sementara aliran agama islam yang diterima oleh penduduk setempat
adalah khawarij, tidak diketahui pasti khawarij menyebarkan islam disana bahkan
sekitar tahun 132H (750M) hampir seluruh Afrika Utara menganut aliran itu kaum
khawarij menjadikan pahamnya benar-benar mengakar di Afrika Utara terutama di
Jabal Nafusa dan daerah Tahart (sekarang bernama Tiaret). Dengan demikian
bdakwah di Afrika Utara pertama kali dilakukan oleh bangsa Khawarij. Bahasa
Arab juga berkembang sebagai bahasa percakapan dan hal ini bertahan sampai
sekarang upaya yang dilakukan oleh bangsa Badui (Arab) yang bermigrasi kesana.
Mereka menikah dengan penduduk setempat dan secara bertahap terbentuklah
penduduk Barbar-Arab yang sampai saat ini mendiami sebagian besar Afrika Utara.[3]
Mayoritas bangsa-bangsa di Afrika Utara adalah muslim, yang banyak
dipengaruhi oleh kaum sufisme dimana mereka sangat berperan besar dalam
mengorganisir komunitas pedalaman dan beberapa rezim negara. Warga perkotaan
menggunakan bahasa arab dalam percakapan
dan kebudayaan meskipun di wilayah Afrika Selatan Saharan dan wilayah
pegunungan menggunakan bahasa Berber sebagai bahasa umum dan menjadi basis bagi
identitas kultural.
Sejak periode awal Islam sampai abad ke-19, sejarah masyarakat
muslim Afrika Utara berlangsung dalam dua motif utama, yaitu pembentukan negara
dan islamisasi. Penaklukan yang dilakukan oleh bangsa Arab memberikan dorongan
baru bagi pembentukan negara dan pengorganisasian masyarakat Afrika Utara
menjadi komunitas muslim. Penaklukan tersebut juga mengantar pada pelembagaan
islam bagi warga masyarakat Afrika Utara. Dimulai dari abad ke-8 madzab hukum
Maliki berkembang dengan pesat di seluruh penjuru Afrika Utara dan bertahan
sebagai administrasi hukum, pendidikan, dan legitimasi yang paling utama sampai
abad ke-19. Dalam dua abad kemudian sufisme juga terlembagakan dan menjadi
basis utama dalam pengorganisasian warga pedalaman. Sebagian dari sejarah
Afrika Utara dari abad ke-13 sampai abad ke-19 dapat dinyatakan dalam beberapa
hal sehubungan dengan pengaruh negara dan sufi. Akhirnya penaklukan bangsa Arab
juga memberikan Afrika Utara sebuah identitas Arab yang ditimbulkan oleh
gelombang migrasi Arab, dan melahirkan negara yang di dominasi oleh bangsa
Arab.
B.
Sejarah
Dakwah di Maroko
Mayoritas penduduk Maroko adalah beragama islam dan masuk dalam
golongan Muslim Sunni, maka tak heran sepanjang perjalanan sejarah negeri ini
banyak dipelopori oleh gerakan pembaharuan yang berawal dari gerakan tarekat.
Sementara itu Ernest Gellner merumuskan bahwa model paling berpengaruh tentang
sejarah islam di Maroko adalah sepanjang sejarah islam Maroko terombang ambing
antara agama kaum borjuis kota yang melek huruf, puritan skripturalis, dan
agama suku-suku buta huruf di pedesaan yang ritualistis-antropolatrous.[4]
Islam pertama kali dibawa ke Maroko pada tahun 680M oleh invasi
Arab dibawah Uqba ibn Nafi, seorang jendral yang melayani Damaskus dibawah bani
Umayyah. Tetapi catatan lain menyebutkan bahwa agama Islam kali pertama dibawa
ke Maroko oleh orang Arab yang menyerbu wilayah itu pada tahun 683M.
Penaklukan wilayah Afrika Utara memakan waktu 53 th. Penyebaran
Islam di Maroko dilanjutkan oleh Panglima Musa bin Nushair pada tahun 698
bersamaan dengan penaklukan benteng-benteng di dekat samudra Atlantik. Seorang
jendral bernama Thariq bin Ziyad berjihad ingim menaklukkan Spanyol melalui
Maroko pada th 710 M dan ekspidisinya itu sukses. Thariq bin Ziyad yang
diangkat Musa bin Nusair untuk memerintah Maroko setelah ditaklukkan.
Maroko memang mempunyai peranan besar dalam sejarah Islam, terutama
dalam menyebarkan Islam di wilayah Afrika Utara dan sebagai pintu gerbang
masuknya Islam ke Spanyol (Andalusia), Eropa. Segala persiapan ekspansi Islam
ke daratan Eropa dilakukan melalui negeri ini. Setelah dinasti Umayyah jatuh ke
tangan dinasti Abbasiyah, Maroko menjadi kekuasaan bani Abbas. Kemudian di
negeri ini muncul dinasti-dinasti kecil. Pada tahun 172H/789M, Idris I bin
Abdullah, salah seorang keturunan Ali ra dapat membentuk pemerintahan Idrisid,
yang kemudian bertahan hingga tahun 364H/974M. dinasti syiah yang pertama,
sehingga merupakan tantangan bagi Khalifah Harun Ar-Rasyid dari dinasti
Abbasiyah di Baghdad yang bercorak Sunni. Tahun 177 H Idris dibunuh oleh
Sulaiman As Sammakh dengan racun. Naiklah Idris II yang dianggap pendiri
sebenarnya Dinasti Idrisid. Pada masanya, dinasti ini banyak mencapai kemajuan,
terutama dibidang kebudayaan Islam. Tahun 213H Idris II meninggal. Semua
penggantinya lemah kecuali Yahya bin Muhammad dan Yahya IV. Di tangan Yahya IV,
dinasti ini mencapai masa keemasannya.
Pada abad ke-8 berdirilah beberapa pemerintahan islam (syiah) di
Maroko yang memisahkan diri dari kekhalifahan abbasiyah seperti bani Midrar dan
bani Idrisiyah. Antara tahun 909-1171, Maroko dikuasai pemerintahan Fatimiyah
yang berpusat di Mesir. Sedangkan antara tahun 1470-1553, Maroko dikuasai bani
Watthas berpusat di Fez sampai akhirnya dikuasai al-asyraf al-sa’diyah pada
awal abad ke-16. Al-asyraf merupakan salah satu kelompok yang berkuasa di
Maroko, yang didirikan oleh Abu Abdullah Muhammad Al-Qaim yang berjasa melawan
orang-orang nasrani. Maroko memiliki tradisi keilmuwan islam yang berkembang
dengan pesat dari dulu hingga kini.
Dengan demikian, sepanjang perjalanan gerakan dakwah di Maroko
lebih diwarnai gerakan-gerakan dalam bentuk tarekat yang kemudian banyak
didistrorsi oleh pemerintah. Sehingga para dakwahnya lebih pada perpaduan
antara bentuk sufisme dan pemerintahan yang berkuasa, disamping gerakan
pemurnian agama yang tidak pernah padam ditengah-tengah masyarakat.
C.
Sejarah
Dakwah di Tunisia
Hampir sejak awal diperkenalkan islam ditunisia, mayoritas penduduk
muslim negeri ini merupakan kaum sunni yang mer madzhab maliki dan hanafi.
Tetapi untuk kepuasan batin, gerakan islam di Tunisia tidak lepas dari penganut
tarekat. Disini banyak sekali tarekat yang nambah dan berkembang dalam
kehidupan masyarakat.
Tidak begitu banyak sejarah yang bisa didapat untuk menyelusuri
masuknya Islam ke negeri ini. Namun, sedikit fakta sejarah menunjukkan bahwa
islam masuk dan mulai berkembang di Tunisia pada masa dinasti umayyah tatkala
mulai melebar kekuasaannya ke Barat hingga Tunisia. Artinya Tunisia adalah
tanah kharajiyah, tanah yang ditaklukkan oleh kaum Muslim. Pada abad ke-7
sesudah masehi, kekhalifahan umayyah di Damaskus di bawah komandan Uqbah
seorang sahabat Rasulullah mengirimkan para mubaligh dan pasukannya ke Afrika
Utara masuk Tunisia bersama pasukannya. Uqbah berhasil menaklukkan Sbeitla
(Sufetula) yang menandai bermulanya era Arab-Islam di Tunisia. 13 tahun
kemudian Uqbah berhasil menaklukkan kota Kairouan dan kemudian menjadikannya
sebagai ibu kota pemerintahan dan pusat penyebaran islam di wilayah Afrika
Utara. Tahun 683, komandan Uqbah beserta seluruh tentaranya berhasil
menaklukkan kota Kiwaran (selatan Tunisia) yang sekarang disebut Maroko dan mendirikan
masjid pertama di Afrika.
Sejak saat itu perkembangan Islam di Tunisia setapak demi setapak
mulai menunjukkan hasilnya. Keyakinan-keyakinan warga setempat pada agama dan
kepercayaan dari nenek moyang mereka, termasuk budaya-budaya jahiliyah lainnya,
sedikit demi sedikit terkikis habis. Setelah berbenturan dengan pemahaman islam
masyarakat mulai sadar bahwa apa yang mereka lakukan selama ini adalah suatau
perbuatan yang “bodoh” dan menyesatkan. Mereka merasa mendapatkan sesuatu yang
lain tatkala mereguk “manisnya” islam. Islam telah memberikan ketentraman dan
menyejukkan hati mereka. Agama islam mendapatkan sambutan yang luar biasa.
Pada tahun 748M dinasti Umayyah digantikan oleh abbasiyah. Hal ini
menyebabkan Tunisia terlepas dari pengawasan pusat kekhalifahan, namun kemudian
dapat dikuasai lagi oleh dinasti Abbasiyah 767M. Pada tahun 800M Ibrahim ibn
Aghlab ditunjuk sebagai gubernur Afrika Utara yang berkedudukan di Kairouan.
Pada masa ini, masjid agung Ezzitouna didrikan di kota Tunis.
Masa-masa selanjutnya adalah era kejayaan peradaban Islam di
Tunisia dan kawasan Arab Maghribi. Di masa Khilafah Utsmaniyah Tunisia menjadi
wilayah otonom di bawah pemerintahan dinasti Dey (1591-1659), Mouradi
(1659-1705), dan Huseini (1705-1957). Karena itulah, Kairouan dan Mahdia kini
menjadi kota tujuan wisata sejarah Islam terpenting di Tunisia, selain masjid
Ezzitouna di kota Tunis. Semenjak itu Tunisia diperintah oleh penguasa-penguasa
Islam. Kemudian tahun 1881 M Muhammad Sadiq, raja dari kerajaan Hunaysiyah menyerah
pada Prancis, dan Tunisia menjadi jajahan Prancis sampai dengan memperoleh kemerdekaannya
pada tahun 1965M.
Tujuan akhir dakwah di Tunisia adalah membangun sebuah masyarakat
islam, tetapi pendekatannya adalah dari bawah keatas, sebagai pembangun masyarakat,
indifidu harus diperbaharui terlebih dahulu sebelum masyarakat dapat
diperbaharui. Konsep pembaharuan kunci mereka adalah tashlik ( memulihkan,
memperbaiki ) dan tujuan mereka adalah menciptakan individu-individu yang solih
( bener, bijak, baik ) sebagai sarana untuk mencapai sebuah susunan masyarakat
muslim sejati. Dan sebagai penyebab utama gagalnya dakwah menjadi populer
adalah ketidak selarasan dengan praktik keislaman di Tunisia.[5]
Akan tetapi, dibalik identitas nasional sekuler masyarakat Tunisia tetap
memiliki sentimen islam yang kuat dan islam tetap bertahan sebagai potensi yang
potensial.
D.
Sejarah
Dakwah di Libya
Libya merupakan negara dari pemerintahan usmani yang mendirikan
renzim utama diwilayah Tripolitania, cyrenaica dan fezzan. Selama hampir
sembilan sanusiyah mewakili gerakan revivalis islam yang kuat yang menundukkan
unsur-unsur ekonomi dan agama hampir tersebar di seluruh kawasan libya. Gerakan
yang didirikan oleh Muhammad ibn Ali al-sanusiyah yang hendak dicapai dalam
gerakan dakwahnya adalah mengajak kembali pada ajaran Al-Qur’an dan hadist dan
mengembangkan hak orang beriman agar menggunakan ijtihad untuk mengembangkan
ajaran-ajaran islam dan dengannya orang islam harus menjalani kehidupannya.
Gerakannya berusaha menyatukan seluruh umat muslim dalam persaudaraan dan
memberikan kontribusi bagi penyebaran dan refitalisasi islam.[6]
Sejarah kehidupan muslim kontemporer libya banyak berubah setelah
kudeta yang telah dilakukan mu’amar qodzdzafi pada tahun 1969 sistem monarki
diganti menjadi anakronisme politik. keputusan paling awal rezim menyangkut
sejumlah referensi nasionalis dan islam, serta aturan-aturan substansif.
Diantaranya diberlakukan kembali hukum pidana atas dasar Al-Qur’an serta
pelarangan alkohol dan klub malam mengindikasikan pengakuan terbuka terhadap
islam sebagai kekuatan pembimbing dalam kekuatan politik negara.[7]
Peraturan-peraturan baru yang diturunkan dari praktik hukum mazhab maliki
dibuat untuk mempertahankan hukum-hukum yang ada sepanjang masih sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah dan menggunakan hukum adat ( ‘urf ) apabila dipandang
dapat diterapkan. Sebagian sunah yang dapat dijadikan hukum suyariah sementara
ijtihad metode yang dapat deterima untuk memperluas ruang lingkup syariat di
dunia modern.
Sistem politik yang telah diterapkan dianggap radikal, kemudian
mendapat reaksi keras dari para ulama yang pada akhirnya kemudian melahirkan
gerakan aksi islam bawah tanah di antaranya Hizb-al-Tahrir al Islami gerakan
sejenis ihkwanul muslimin sekaligus merupakan gerakan oposisi bagi pemerintahan
Qadzdzafi.[8]
Qodzdzafi merupakan tokoh idiologi arab dan islam radikal. Doktrin
revolusionernya yang permama merupakan kopi dari ideologi Nesseriyah yang
menyerukan persatuan Arab, menentang kolonialisme dan Zeonisme, dan
kepemimpinan bangsa libya dalam merancang persatuan dan perjuangan bangsa arab
menghadapi israel.
Libya sebagai bentuk gerakan dakwah kontemporer banyak dipengaruhi
dan terpusat oleh kebijakan pemerintah yang berkuasa saat itu. Sehingga
birikrasi ( unsur politik ) sangat menonjol memegang keputusan dan memeberikan
corak dalam setiap aktifitas keislaman.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan islam di libya :
1.
Faktor
sosial ekonomi
Libya
merupakan negara penghasil minyak terbesar di Afrika. Banyaknya kandungan
minyak tidak sebanding dengan sumber daya manusia yang memadai. Oleh karena itu
didatangkan tim ahli dalam luar negeri untuk melakukan pekerjaan dengan
penjualan minyak yang terus meningkat membuat pendapatan perkapita cukup tinggi
sekitar 8.640 dolar pada tahun 1980. Selain itu di bidang pertanian dan
peternakan merupakan penyerap tenaga kerja terbanyak dalam masyarakat libya.
2.
Faktor
Politik-Hukum
Dalam urusan politik pemerintahan libya
merupakan negara yang berbentuk Republik Sosial yang dipimpin oleh seorang
presiden. Libya menganut satu partai yaitu partai sosial arab. Tahun 1969
terjadi perubahan konstitusi dimana telah membentuk kongres rakyat nasional
memilih anggota membentuk kongres rakyat nasional memilih anggota sekretaris
jendral, cabinet dan penetapan mahkamah agung sebagai kekuatan yudikatif
tertinggi.
Libya yang menyatakan negaranya committed terhadap penghapusan
imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuknya, telah menyatakan dukungan
dan memberikan bantuan kepada gerakan-gerakan pembebasan diberbagai negara
diluar afrika seperti kepada malta ketika negara tersebut menghadapi persengketaan
dengan inggris. Republik arab libya dibawah pemerintahan komando dewan revolusi
yang diketuai kolonel moamar gaddafi telah tumbuh sebagai negara islam baru di
dunia arab berkembang terus sesuai dengan cara-cara yang mereka anggap baik.
Libya sebagai bentuk gerakan dakwah kontemporer hanya dipengaruhi dan terpusat
oleh kebijakan pemerintah yang berkuasa saat itu. Sehingga birokrasi sangat
menonjol dalam memegang keputusan dan memberikan corak dalam setiap aktifitas
keislaman.[9]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara historis dakwah islam masuk dan menguasai Afrika Utara dan
menjadikan sebagai salah satu bagian provinsi dari dinasti bani umayyah.
Penguasaan sepenuhnya atas wilayah Afrika Utara terjadi di zaman khalifah Abdul
Malik (685-705). Penaklukan atas wilayah Afrika Utara itu dari pertama kali
dikalahkan sampai menjadi salah satu provinsi dari khalifah bani umayyah
memakan waktu kurang lebih selama 35 tahun. Wilayah Afrika Utara inilah yang
kemudian menjadi batu loncatan untuk masuknya islam di daratan Eropa, yaitu
Spanyol.
Mayoritas bangsa-bangsa di Afrika Utara adalah muslim, yang banyak
dipengaruhi oleh kaum sufisme dimana mereka sangat berperan besar dalam
mengorganisir komunitas pedalaman dan beberapa rezim negara. Warga perkotaan
menggunakan bahasa arab dalam percakapan
dan kebudayaan meskipun di wilayah Afrika Selatan Saharan dan wilayah
pegunungan menggunakan bahasa Berber sebagai bahasa umum dan menjadi basis bagi
identitas kultural.
Sejak periode awal Islam sampai abad ke-19, sejarah masyarakat
muslim Afrika Utara berlangsung dalam dua motif utama, yaitu pembentukan negara
dan islamisasi. Penaklukan yang dilakukan oleh bangsa Arab memberikan dorongan
baru bagi pembentukan negara dan pengorganisasian masyarakat Afrika Utara menjadi
komunitas muslim. Penaklukan tersebut juga mengantar pada pelembagaan islam
bagi warga masyarakat Afrika Utara. Dimulai dari abad ke-8 madzab hukum Maliki
berkembang dengan pesat di seluruh penjuru Afrika Utara dan bertahan sebagai
administrasi hukum, pendidikan, dan legitimasi yang paling utama sampai abad
ke-19. Dalam dua abad kemudian sufisme juga terlembagakan dan menjadi basis
utama dalam pengorganisasian warga pedalaman. Sebagian dari sejarah Afrika
Utara dari abad ke-13 sampai abad ke-19 dapat dinyatakan dalam beberapa hal
sehubungan dengan pengaruh negara dan sufi. Akhirnya penaklukan bangsa Arab
juga memberikan Afrika Utara sebuah identitas Arab yang ditimbulkan oleh
gelombang migrasi Arab, dan melahirkan negara yang di dominasi oleh bangsa Arab.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Samsul Munir. 2014. Sejarah Dakwah, Jakarta: Imprint
Bumi Aksara.
Elizabeth, Islamic Low in Libya, Analisis of Selectet Lows
Enacted Since the 1969 Revolution, (London,----,1977).
Harun, Lukman. 1985. Potret Dunia Islam, Jakarta: Pustaka
Panjimas.
Ira, M. Lapidus. 1999. Sejarah Sosial Umat Islam, Bag. III
(Jakarta: Rajawali Press).
John, L. Esposito. 2002. Ensiklopedi Owford: Dunia Islam Modern,
(Jakarta: Mizan).
Maryam, Siti. 2012. Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik
Hingga Modern, (Yogyakarta: Lesfi)
[2]Siti
Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta:
Lesfi, 2012), hlm. 222.
[3]Siti
Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern,
(Yogyakarta: Lesfi, 2012), hlm. 223.
[6] Ira, M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Bag. III
(Jakarta: Rajawali Press, 1999). Hlm 251-252.
[7] Elizabeth, Islamic Low in Libya, Analisis of Selectet Lows
Enacted Since the 1969 Revolution, (London,----,1977)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar