Jumat, 17 November 2017

Artikel Sejarah Mu'tazilah

Assalamu’alaikum sobat jumpa lagi, berikut akan membahas tentang Sejarah Mu’tazilah. Silahlan disimak selengkapnya.

SEJARAH MU’TAZILAH
            Mu’tazilah muncul pada awal abad ke-2 di Kota Bashrah. Para ahli sejarah telah bersilng pendapat mengenai penyebab penamaannya. Al-Baghdadi dalam bukunya, al-Farq Bayna al-Firaq, mengatakan bahwa dinamai mu’tazilah karena keterasingan (i’tizal)-nya dari opini umat dalam klaim-kaimnya bahwa orang fasik dalam umat islam adalah bukan mukmin dan bukan pula kafir.
            Golongan ini muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang dikalangan khawarij dan murji’ah tentang pemberian status kafir kepada pelaku dosa besar setelah peristiw tahkim. Gologan ini, kata Harun Nasution, membawa persoalan-persoalan teologis yang lebih mendalam dan bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa kaum khawarij dan murji’ah, dalam pembahasan mereka banyak memakai akal sehingga mereka mendapat nama “kaum rasionalis islam”
            Syarastani dalam bukunya, al-Milal wa an-nihal, mengatakan bahwa mereka disebut Mu’tazilah karena pendiri mereka, washil bin ‘Atha’, ketika berbeda pendapat dengan gurunya, Hasan al-Bashri, tentang masalah orangorang yang melakukan dosa-dosa besar dan mencela pendapatnya tentang hal tersebut, meninggalkan (i’tazala) majelis Hasan al-Bashri bersama orang-orang yang sepaham dengannya dalam masalah itu. Pada dasarnya nama itu juga bisa dirujuk pada kondisi sebelum pemisahan diri Washil dari hasan al-Bashri, prinsip mu’tazilah adalah prinsip politik. Mu’tazilah telah mucul pada suasana yang sama ketika kemunculan syi’ah dan khawarij. Naiknya Ali ketampuk kekhalifahan, ada sebuah titik tolak bagi arus politik dan pemikiran terpenting dalam islam. Ketika telah melihat Thalhah dan Zubair memberontak kepada Ali setelah ‘Utsman terbunuh, dan kedua orang ini menuntut balas atas darah khalifah yang tertumpah. Dari kalangan sahabat menolak baiat kepada Ali, yang dipelopori oleh Sa’at bin Abi Waqqash; ‘Abdullah bin ‘Umar, Muhamad bin Maslamah dan ‘Utsmanbin Zaidmereka mengambil sikap netral.
            Al-Naubakhti dalam bukunya, Firaq al-Syiah mengatakan bahwa Sa’ad bin Abi Waqqas; ‘Abdullah bin ‘Umar, Muhamammad bin Sulamah dan Usamah bin Zaid memisahkan diri dari Ali, mereka tidak memeraginya dan tidak pulan ikut berperang bersamanya, maka mereka disebut Mu’tazialah, dan merek merupakan cikal-bakal mu’tazilah-mu’tazilah yang muncul kemudian. Kelompok Washil bin ‘Atha’ bermarkas di Bashrah dan aktif pada masa pemerintahan Hasyam dan para khalifah Bani Umayah sesudahnya ( 105H/723M-131H/747M). Gerakan penaklukan sudah berhenti dan kaum muslim menempati kota-kota besar, mereka berpaling pada pemahaman agama dimana pada masa-masa awal  mereka hanya berpegang pada fitrah keimanan tanpa mendiskusikan masalah wahyu dan mulai dihadapkan pada kriteria rasional. Penaklukan telah memasukkan unsur-unsur baru kedalam islam sebagaimana perpecahan oitik dan kekcauan internal memelihara problem-problem penting, diantaranya adalah masalah pelaku dosa di tengah umat, atau orang-orang yang dituduh telah melakukan dosa-dosa besar selain kemusrikan. Dosa-dosa besar ii menjadi merajalela disebabkan perbedaan paham para pemimpin atas kekhalifahan dan juga oleh pembunuhan dua khalifah yaitu ‘Utsman dan Ali       , maka mereka mulai megkaji masalah-masalah ini menurut beragam panangan yang berbeda dan oendapat yang saling bertolak belakag.
            Dosa besar ada dua macam yaitu (1) doa besar syirik dan pelakunya adalah kafir dan kekal dineraka, dan (2) dosa besar bukan syirik. Kaum muslim menganggap dosa besar selain syirik adalah fasik atau pendurhaka (fajir). Khawarij berpendapat bahwa dia adalah khafir yang kekal dineraka karena keimanan tidak bisa menjadi sempurna, kecuali dengan pengalaman. Murji’ah berpendapat bahwa dia adalah mukmin dan dan tercegah dari hukuman qisas, dan perkaranya ditangguhkan hingga hari kiamat. Masalah ini belum terselsaikan maka muncullah Washil bin ‘Atha’  bahwa dia menganggap pelaku dosa besar adalah fasik dan menempati salah satu dari dua posisi: kafir dan iman. Sekiranya dia kekal dineraka, maka tingkatannya lebih ringan dibandingkan tingkatan untuk orang-orang kafir, jika dia meninggal dunia tanpa sempat bertaubat. Mu’tazilah terbentuk dari dua teori manzilah bayna manzilatayn (posisi tengah-tengah) muncul sebagai hasil dari gelora Washil dan para pengikitnya dalam pemikiran rasional.
            Diantara musuh-musuh islam dari dalam misalnya adalah Rafidhah. Mereka adalah dari kalangan si’ah eksterem yang memasukkan kedalam mazhabnya unsur-unsur asing di luar islam, seperti pandangan dua lishm, dan la-adriyyah dan kelompok Muawiyah. Ada juga sekelompok orang yang mengklaim bahwa islam merupkan salah satu sekte kristen karena keyakinan mereka tentang al-Qur’an, kalam Allah yang bukan makhluk, menyerupai keyakinan kristen bahwa Yesus adalah kalam Allah yang azali, Maka Mu’tazilah berpendapat tentang kemakhlikan al-Qur’an.
            Mu’tazilah berpengaruh oleh Yudaisme dan Kristen. Dikatakan bahwa ide tentang kemaklukan al-Qur’an berasal dari Yudaisme yang disebarkan oleh sebagian Yahudi di dunia islam. Mu’tazilah mengkutup teologi al-Dismasyqi bahwa Allah adalah baik dan sumber segala kebaikan, bahwa Dia tidak tersusun dari bagian-bagian yang tidak memiiki sifat-sifat yang menjadikan-Nya berbilang bentuk-bentuk dan perumpamaan-perumpamaan yang digunakan dalam Kitab Suci. Mereka mengutip Ibn Qurrah ide pengagungan terhadap akal menusia bahwa manusia dengan akalnya mampu mengenal Allah dan bahwa dia diberi akal untuk tujuan dan bahwa manusia dengan akalnya mampu membedakan perbuatan baik dan perbuatan buruk.
            Kemunculan Mu’tazilah dan keterpengaruhannya oleh teologi Kristen sehingga mempersenjatai diri dengan dalil-dalil logis untuk membela pandangan sebagaimana membela gama islam dari berbagai arus keagamaan dan ras. Para pengikutnya beralih dengan sekuat tenaga pada kajian-kajian filsafat Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab yang telah mengalami kemajuan. Kemudian sedikit demi sedikit mereka beralih dari kerangka pembelaan teologi ke kajian-kajian teoristis yang mengantar mereka pada subjek-subjek filsafat Yunani seperti gerak dan diam, subtansi da aksiden.
            Pandangan keiru yang sering dikatakan oleh para sejaawan filsafat islam, yaitu Mu’tazilah mengambil logika Aristoteles dan dengannya mereka memerangi musuh-musuh mereka. Metode pemikiran kajian itu adalah “ aturan yang melindungi pkiran dari kekeliruan dalam menyimpulkan hukum ” dan bahwa para mutakalimin dan Mu’tazilah memilikinmetodemetode tersendiri dalam berargumentasi. Di tempat lain, dia berkata , “para pemikir islam , setelah (pemikiran Aristoteles) diterjemahkan kedalam bahasa Arab dan mereka mengetahuinya, mereka mencelanya, tidak berpaling padanya, serta tidak pula pada pemiliknya karena keseimbangan rasional dan syariat meteka”. Yang menjadi penyebabnya adalah apa yang diihat oleh Ibn Khaldun, “bahwa kaum muslim tidak berpegang pada analogi ilmu-ilmu filsafat yang bertentangan dengan kaidah”. Kaum Ushuli mengesampingkan filsafat Aristoteles, lalu mengesampigkan logikannya yang digunakan untuk mengukuhkan dan menyokog filsafat ini.[1]





[1] Nasrullah, Riwayat Filsafat Arab Jilid I. (Jakarta Selatan: Sadra Internasional Institute, 2014).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah Motivasi dan Kepemimpinan

Motivasi Dan Kepemimpinan Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Sumber Daya Manusia  Dosen Pengampu : Dr. H. Abdul Choliq, MT.,...